Penemu Mujair Itu Nyaris Terlupakan

Moedjair, penemu  ikan Mudjair di Pantai Serang pada tanggal 25 Maret 1936. Tulisan itu cukup jelas terpahat di sebuah nisan berbahan marmer, di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.


Selain tulisan dan makam berbahan marmer, tidak ada yang begitu istimewa. Makam yang luasnya sekitar 4 x 4 meter itu hanya dikelilingi tembok tua yang sudah lusuh. Di sekitarnya dipenuhi rerimbunan ilalang, seolah menunjukkan tidak pernah dirawat.
Di makam itu disemayamkan jasad dari Iwan Dalauk yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Mbah Moedjair. Dia adalah penemu spesies Mujair air tawar yang nama ilmiahnya Oreochromis mossambicus yang sebenarnya berasal dari perairan Afrika. Terkesan tidak ada yang istimewa dalam perawatan pemakaman salah satu nelayan terbaik yang dimiliki Indonesia ini.
“Dulu saat Presiden Soeharto pada tahun 1996 berkunjung, pernah dijanjikan akan dipugar. Tapi sampai saat ini kondisinya tetap begitu-itu, tidak ada yang berubah,” kata Sukarman, Kepala Dusun Papungan.
Dikatakannya, saat kunjungan Presiden Soeharto kala itu, warga menyampaikan keinginan mereka. Yakni agar pemerintah lebih memperhatikan makam dari Mbah Moedjair. Meski tidak dirombak total, cukup dengan dibuatkan joglo yang melindungi makam dari sengatan terik matahari, atau terlindung dari air saat hujan.
“Keinginan itu sampai sekarang tidak pernah terlaksana, dari pemerintah Kabupaten Blitar sendiri juga tidak pernah berkunjung kesini. Sejak awal dibangun, makamnya ya tetap seperti itu,” tutur Sukarman.
Makam sendiri hanya ramai menjelang masuk Ramadhan. Keturunan dari Mbah Moedjair biasanya datang beramai-ramai untuk membersihkan makam. Tidak hanya itu, juga digelar kenduri atau selamatan di makam beserta warga sekitar.
Dikutip dari berbagai sumber, Moedjair menemukan ikan ini di pantai Serang, Blitar selatan. Oleh dia, ikan ini coba dikembangkan di rumah, di daerah Papungan, Kanigoro, Blitar.
Tapi karena habitat yang berbeda, ikan tersebut mati pada saat dimasukan ke air tawar. Hal tersebut membuat Pak Moedjair penasaran dan gigih melakukan percobaan, agar spesies ikan ini bisa hidup di air tawar. Dia melakukan percobaan mencampur air laut dan air tawar. Hingga akhirnya pada percobaan ke 11, berhasil hidup 4 ekor ikan spesies baru tersebut pada habitat air tawar. Keberhasilan tersebut terjadi di tanggal 25 Maret 1936.
Nama ikan Mujair ini sendiri diberikan oleh Asisten Resident yang saat itu berada di Kediri sebagai sebuah penghargaan atas percobaan yang dilakukan Mbah Moedjair.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dia pernah mendapat penghargaan Eksekutif Committe dari Indonesia Fisheries Council, atas jasanya menemukan ikan Mujair. Penghargaan tersebut diberikan di Bogor 30 Juni 1954.
Pada 6 April 1965 Pemerintah melalui Departemen Perikanan Darat dan Laut menganugerahkan Pak Moedjair sebagai Nelayan Pelopor. Piagamnya ditanda tangani oleh Menteri Perikanan saat itu, Hamzah Atmohandojo.

Komentar