Kulit bawang putih, bawang merah, kulit salak hingga putung rokok dianggap sebagai barang tak berharga. Tapi limbah rumah tangga ini bisa menjadi buah tangan nan cantik dan bernilai ekonomis ditangan Rr Sulistyawati (64).
Setiap ibu rumah tangga yang mengupas bawang merah dan bawang putih pasti akan membuang kulit hasil kupasan itu. Pun demikian halnya dengan penikmat buah salak, kacang yang kulitnya tentu saja segera dibuang bila selesai dimakan. Bagi perokok, tentu yang bermanfaat adalah asap dari tembakau yang dibakar, bukan putung rokoknya.
Tapi berbagai limbah atau sampah ini bisa berubah menjadi bernilai jual tinggi bila kreatif memanfaatkannya. Hal inilah yang dilakukan Rr Sulistyawati, bahkan hasil kerajinan putung rokok yang berbentuk bunga karya warga Jalan Teluk Etna VI/75, Arjosari, Kota Malang ini pernah dikirim hingga ke Swis, Belanda.
Setidaknya 36 bahan baku limbah seperti kulit bawang merah dan putih, kulit salak, kulit bengkuang, kulit kacang, biji bunga matahari, putung rokok, biji cabe, biji kurma, serutan kayu dan lainnya. Limbah ini disulap menjadi kerajian berbentuk rangkaian bunga di dalam pigora.
“Saya hanya melihat banyak limbah rumah tangga yang terbuang itu bisa dimanfaatkan menjadi sebuah karya yang indah,” kata Sulis, demikian dia biasa dipanggil.
Sulistyawati awal kali pertama memanfaatkan limbah rumah tangga ini pada 1997 silam. Saat itu kulit bawang putih untuk kebutuhannya memasak disulapnya menjadi handycraft. Bahkan, dia tak segan limbah dari kulit bawang atau lainnya dari pasar. Sampai dia dikenal sebagai ibu sampah karena aktivitasnya itu. Selain dari mengambil di pasar, banyak juga kerabatnya yang memberi limbah untuk kebutuhan bahan baku.
Perlahan tapi pasti, hasil karyanya mencapai puluhan dan kemudian sempat dipamerkan tunggal pada 2003 silam dengan bantuan sebuah lembaga pengabdian masyarakat (LPM) dari sebuah perguruan tinggi. Selepas pameran itulah, animo masyarakat untuk memiliki hasil karya Sulis sangat tinggi.
“Tidak pernah ada bantuan dari Pemkot Malang yang saya terima untuk mengembangkan usaha ini. Bahkan sekedar untuk promosi saja juga tak ada yang membantu dari instansi pemerintah,” tukas Sulis yang belajar secara otodidak untuk membuat hasil karyanya ini.
Produk berbahan baku kulit bawang dan sejenisnya ini menurut Sulis, dicuci dan direndam dengan kapur barus. Setelah tiga hari, lalu dijemur dan dipotong-potong sehingga tahan lama. Sementara untuk membuatnya, tak ada pola ataupun gambar, murni mengandalkan imajinasi dalam pikiranya. Dari setidaknya kulit bawang sebanyak 1 kantong kresek berukuran besar setelah dipilah, mampu menghasilkan 2 karya.
Bermodal imajinasi inilah terangkai model bunga mawar, anggrek dan bunga lainnya. Bunga tersebut dibikin dengan latar hitam dan pigura kuning keemasan. Hasilnya tak jauh beda dengan aslinya. Sudah tak terhitung berapa karya yang dihasilkan oleh Sulis, bahkan pada era 2007 hingga 2009 berbagai karyanya ini diambil oleh pemilik galeri di Bali.
“Saat itulah banyak wisatawan mancanegara yang berminat membeli karya saya. Bahkan ada wisatawan dari Jepang yang meminta hingga 12 karya dengan model serupa. Saya tak bisa menyanggupinya karena diminta selesai dalam beberapa bulan saja,” tutur Sulis yang membuat sendirian tanpa bantuan orang lain ini.
Ketidakmampuan Sulis memenuhi permintaan ini karena bila sedang bagus feeling-nya, 3 karya bisa diselesaikan dalam 2 minggu. Namun bila feeling sedang tidak bagus, 1 karya bisa selesai dalam 1 bulan.
Sementara karyanya ini terdiri dari setidaknya 7 ukuran, mulai dari terkecil 30x30 sentimeter hingga yang paling besar berukuran 1x1 meter. Untuk ongkos produksi, menurut Sulis setiap karya menghabiskan minimal Rp 100 ribu – Rp 200 ribu. Sementara harga jualnya mulai dari Rp 350 ribu – Rp 1 juta, tergantung tingkat kerumitan dan ukurannya.
Sulis sendiri ingin memiliki galeri yang berfungsi sebagai tempat pameran sekaligus balai pelatihan. Karena banyak masyarakat yang ingin belajar tapi terkendala fasilitas. Selain itu untuk promosi juga minim dukungan dari instansi terkait.
“Padahal saya melihat banyak limbah rumah tangga yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi. Ini juga untuk membantu mengurai masalah sampah dan ekonomi masyarakat juga,” tandas wanita yang mendapat anugerah Social Worker dari majalah TIME ini.
ide yang luar biasa...
BalasHapusbisa jadi inspirasi buat banyak orang terutama untuk ibu rumah tangga.
terus maju dan berkembang
semangad selaluu
mantab deh, karena itu jangan remehkan sampah... hehehehe
BalasHapushttp://landongobatherbal.com/obat-herbal-penyakit-migren/
Dibalik yang tak ternilai ada keindahan yang ternilai keindahan nya...bagus banget. keren
BalasHapusKami tertarik untuk membantu memasarkan produk dari ibu Sulistyawati.. Ini nomor saya yang bisa dihubungi 0821-4461-5791 Terimakasih
BalasHapus