Memburu Ladu, Jajanan Khas Kota Batu

Dengan peluh didahinya, Sumani menumbuk ketan matang yang sebelumnya dimasak dengan cara di kukus. Setelah butiran beras ketan matang itu halus ditumbuk, segera dibentuk pipih memanjang. Lantas, ketan matang yang sudah berbentuk tipis itu dipotong berukuran kecil pipih.
Beberapa potong ketan pipih kecil itu kemudian dimasukkan kedalam oven. Hanya dalam tempo 1 jam, potongan tipis ketan itu digoreng dan bentuknya mengembung menjadi kue kering seperti bola ping pong, renyah dan gurih.
Aktivitas ini rutin dijalani Sumani dibantu dengan 2 orang anak dan menantunya setiap hari. Sumani menjadi salah satu warga Gunungsari yang masih eksis membuat dan menjajakan Ladu ke beberapa toko yang menjadi langganannya.



Ladu, jajanan khas yang mudah didapatkan di kota Batu ini ini berbahan dari beras ketan dengan kualitas super dan gula. Saat Idul Fitri, hampir seluruh warga Dusun Kandangan, Desa Gunungsari membuat jajanan ini untuk disuguhkan kepada tamu.
Namun, jangan harap bisa menemukan aktivitas warga membuat jajan ini pada hari biasa. Bisa dikatakan hanya tinggal Sumani saja yang kini masih membuat jajan ini untuk dijual ke beberapa toko oleh-oleh.
“Kalau Idul Fitri seluruh warga kampung pasti membuat Ladu, namun untuk di konsumsi sendiri,” ujar Sumani.
Naik turunnya harga beras ketan dan gula membuat masyarakat dusun Kandangan berpikir dua kali untuk membuat jajanan ini. Apalagi permintaan Ladu dipasaran pun fluktuatif. Kalau musim liburan, permintaan jajanan Ladu ini meningkat tajam. Namun bila bulan biasa permintaan pun jauh menyusut.
“Pertimbangan seperti itulah banyak masyarakat yang kini enggan membuat Ladu untuk dijual. Mereka lebih memilih membuat untuk di konsumsi sendiri pada hari-hari besar tertentu,” kata Sumani.
Dia mengaku sudah 5 tahun terakhir ini menjual Ladu buatannya ke beberapa toko. Saat awal kali menjual jajanan buatannya ini, mesin oven kue miliknya baru 2 saja. Jumlah toko yang menjadi langganannya pun baru beberapa gelintir. Namun kini mesin ovennya sudah sebanyak 10 mesin dengan jumlah toko yang menjadi pelanggannya mencapai 50 toko di Kota Batu.
Kalau saat musim liburan, dalam seminggu setidaknya 50 kilogram beras ketan dan 20 kilogram gula mampu dihabiskan untuk membuat jajanan ini. Bila permintaan Ladu dipasar lagi sepi, 25 kilogram beras ketan dan 10 kilogram gula baru habis untuk satu bulan.
“Kalau ramai biasanya saya dibantu sekitar 20 tenaga untuk membuat Ladu, namun bila sepi cukup saya, anak dan menantu saja yang membuat,” ujar Sumani.
Baginya, aktivitas membuat Ladu untuk dilempar ke pasar ini merupakan ladang nafkah. Apalagi sawah, kebun atau hewan ternak pun dia tidak memilikinya. Maka salah satu jalan agar asap dapur tetap mengepul adalah dengan membuat Ladu.
Meski demikian, Sumiani enggan untuk mengajukan bantuan modal untuk memperbesar usahanya. Pasalnya, bantuan modal itu selalu diturunkan melalui kelompok.
“Yang punya usaha saya, sementara anggota kelompok lain tidak ada yang mempunyai usaha. Saya tidak mau mendapatkan bantuan modal tapi yang merasakan orang lain yang tidak berusaha,” urai Sumani.

Komentar