Jangan Berwisata ke Pulau Sempu


Hentakan suara musik cukup keras terdengar dari sebuah radio tape. Di sudut yang lain, sejumlah muda – mudi menonton film di laptop. Ada juga yang asyik bernyanyi diiringi lantunan gitar. 


Malam semakin larut, lampu penerangan berpijar di berbagai sudut. Aktivitas mulai menyurut. Tetapi, letusan petasan kembang api membuat banyak orang terkejut. Setidaknya tiga kali petasan kembang api itu disulut. Aktivitas itu bukan di pemukiman padat penduduk. Melainkan di kawasan Segara Anakan, Pulau Sempu.

Pulau Sempu seolah berubah menjadi pemukiman dadakan. Puluhan tenda padat berjajar, nyaris tak menyisakan ruang barang sejengkal. Manusia – manusia modern penghuni tenda itu, dengan berbagai tingkah polahnya. Unjuk peradaban di tengah hutan. Orang bijak berkata, jangan meninggalkan apapun selain jejak di hutan. Faktanya, sampah menumpuk di berbagai sudut.

Malam itu, 5 April, saya dan empat orang kawan berada di tengah keriuhan itu. Kopi tak terasa nikmat melihat keramaian tersebut. Sebab, nyaris tak ada pembeda antara lingkungan tempat tinggal kami dengan hutan pantai malam itu.

Sebelum berangkat, di benak kami berlima bergelayut bayangan Pulau Sempu yang tenang. Jauh dari hiruk pikuk kebisingan kota. Sembari bermain air laut di tepi pantai dengan pasirnya yang putih. Impian kami dan mungkin sebagian orang lainnya terbantahkan malam itu.

Pulau Sempu terletak di Desa Sendangbiru Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat Kota Malang. Butuh waktu hampir 3 jam berkendaraan menuju pulau seluas 877 hektare (ha) ini.


Pulau Sempu dibawah naungan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Timur. Untuk masuk ke pulau ini, cukup mengurus perizinan plus membayar retribusi di UPT BKSDA di depan dermaga Sendangbiru.

Pulau Sempu memiliki empat ekosistem, yaitu ekosistem hutan mangrove, hutan pantai, danau dan hutan tropis dataran rendah. Di dalam pulau ini terdapat sejumlah satwa liar. Mulai dari elang jawa hingga monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Mentari muncul menyapa. Tenda – tenda mulai berkurang, dikemas penghuninya yang hendak pulang. Serombongan wisatawan, (Saya menyebut mereka wisatawan) datang menggantikan mereka yang pulang.

Seorang guide, warga Desa Sendangbiru yang menjadi pemandu masuk Pulau Sempu, keras membentak serombongan yang akan pulang. Bukan tanpa sebab, rombongan itu kedapatan pulang ringan tangan, tanpa membawa buntalan sampahnya.

“Lebih baik jangan ke Pulau Sempu kalau sekedar ingin membuang sampah,” sungut seorang guide itu. Lebih baik jangan ke Sempu kalau sekedar ingin berpesta pora.
Datang bawa sampah, pulang pun sampah wajib dibawa

Komentar

Posting Komentar