Bekas Hotel Favorit Yang Kini Merana

Kota Malang memiliki julukan Paris Van East Java. Bukan tanpa sebab, julukan ini diberikan karena wilayahnya yang eksotis. Pada masa kolonialisme, kota ini menjadi salah satu tempat peristirahatan favorit bagi warga Belanda.


Terdapat sejumlah perumahan Belanda yang dibangun. Jalan Dr Soetomo misalnya, adalah perumahan Belanda pertama kali di bangun di Kota Malang. Persisnya dibangun komplek perumahan Belanda pada 1920. Selanjutnya, ada Ijen Bolevard, kawasan Kayutangan, dan sejumlah titik lainnya. Selain perumahan warga Belanda, juga ada sejumlah hotel yang dibangun pada era kolonialisme.
Wisma Tumapel, adalah sebuah bangunan kuno milik Universitas Negeri Malang (UM). Gedung ini juga biasa disebut wisma IKIP Malang (sebelum berubah menjadi UM).
Gedung kuno itu merupakan bekas sebuah hotel pada era kolonialisme Belanda. Dibangun pada tahun 1928, saat itu wisma Tumapel adalah hotel Splendid milik Belanda. Bukan hotel tertua di Kota Malang, tapi konsepnya adalah terbaru dari hotel yang lebih dulu berdiri.
Memang bukan hotel tertua di Kota Malang, tapi itu adalah salah satu hotel pertama yang bangunannya sudah memiliki struktur new indisce. “Konsep new indisce yang dimiliki oleh Hotel Splendid adalah hotel yang pertama kali menjual pemandangan alam. Lokasinya persis menghadap sungai Brantas,” kata Dwi Cahyono, ketua Yayasan Inggil, sebuah yayasan pegiat seni budaya di Kota Malang.
Bangunannya termasuk kelas A diantara bangunan kuno yang lain. Luas area bekas aset milik pemerintahan Belanda ini diperkirakan sekitar 5 ribu m2. Pada masa kependudukan Jepang, hotel itu digunakan sebagai kantor Reserse Kepolisian Jepang.
Dalam perkembangannya, gedung ini pernah digunakan sebagai ruang kelas oleh Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga Surabaya di tahun 1950-an. Pada tahun 1968 bangunan ini dimanfaatkan menjadi Wisma milik IKIP Malang hingga kini.
Namun, sejak 3 tahun terakhir ini sudah dikosongkan. Bangunan wisma yang masih kokoh berdiri khas bangunan tua peninggalan Belanda kondisinya memprihatinkan. Cat dinding sudah pudar dan ditumbuhi lumut, serta pada beberapa sisi luar dinding mulai ditumbuhi tanaman. Wisma ini dikelilingi oleh pagar seng setinggi 2 meter.
Sejak 2009 wisma Tumapel tidak lagi digunakan oleh UM sebagai wisma pegawai. “Mau dibuat apa gedung itu ya terserah UM, tapi sangat disayangkan kalau kemudian dibongkar gedungnya,” tandas Dwi.
Ditambahkannya, secara keseluruhan di Kota Malang ada sekitar 168 bangunan kuno yang masuk cagar budaya dan layak dilindungi keberadaannya. Sayangnya, sejumlah bangunan kuno yang tersebar itu tidak terlindungi dan berpotensi untuk berubah bentuk fisinya atau bahkan musnah.
Penyebabnya, tidak ada peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang cagar budaya. Pemkot Malang memang memiliki Surat Keputusan (SK) Walikota tentang cagar budaya. “Tapi SK itu cukup lemah karena hanya mengatur kawasan, bukan pada perlindungan bangunan cagar budaya,” urai Dwi.
Yang harus dilakukan oleh Pemkot Malang saat ini, lanjut Dwi, adalah membentuk tim cagar budaya. Juga melakukan pendataan bangunan kuno yang sekarang masih utuh untuk dilarang dialihfungsikan. “Bila perlu ada sanksi dan penghargaan bagi pemilik bangunan kuno yang masih mau menjaganya. Bisa berbentuk keringanan pajak sebagai hadiah, atau sanksi tegas bagi yang melanggar,” tegas Dwi.
Secara terpisah, Humas UM, Zulkarnaen Nasution membenarkan bila wisma Tumapel sudah menjadi milik UM sejak 60 tahun. “Rencananya akan direnovasi tapi tidak sampai merubah bentuk aslinya. Karena bagaimanapun juga, itu adalah bangunan kuno yang harus dijaga,” papar Zulkarnaen.
Dia membenarkan bila wisma Tumapel tidak disebut sebagai cagar budaya yang harus dilindungi berdasarkan SK Walikota tentang cagar budaya. “SK Walikota hanya mengatur zona cagar budaya, tapi tidak mengatur tentang perlindungan bangunannya,” ujar Zulkarnaen.
Meski demikian, sambung dia, pihak kampus tetap memiliki komitmen untuk melindungi bangunan itu. Renovasi gedung tetap tidak merubah wujud asli dari wisma peninggalan Belanda.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Parwisata (Disbudpar) Kota Malang, Ida Ayu mengatakan, pihaknya saat ini tengah menggodok perda cagar budaya itu.
“Konsep sudah ada dibagian hukum tapi masih menunggu revisi UU no 5/1992 tentang cagar budaya. Aturan yang baru itu nanti sebagai salah satu rujukannya. Kami targetkan pada 2012 sudah ada perda yang mengatur perlindungan cagar budaya,” urai Ida.
Dalam perda yang akan dibuat itu, lanjut Ida, disebutkan larangan untuk merubah peruntukan bangunan kuno yang sudah ditetapkan. Sementara untuk bangunan yang sudah terlanjur dibongkar, Pemkot Malang tidak bisa berbuat apa-apa. “Dulu memang belum ada perda, maka kami tidak bisa apa-apa. Kalau nanti perda dibuat, maka semua wajib menaatinya,” tutur Ida.



Komentar

Posting Komentar