Keramik Dinoyo, Riwayatmu Kini

Pecinta keramik dalam negeri tentu tidak asing dengan Kelurahan Dinoyo, Kota Malang. Karena, daerah ini merupakan salah satu sentra kerajinan keramik terbaik di dalam negeri. Sayangnya, jumlah perajin keramik di Dinoyo semakin menyusut.


Semakin mahalnya harga bahan bakar seperti minyak tanah yang dugunakan para perajin untuk membakar keramik, turut andil membuat perajin gulung tikar. Pada awal tahun 2000, jumlah perajin keramik masih sekitar 220 perajin. Saat ini hanya tinggal sekitar 15 perajin dan 20 penjual kemarik saja.
“Saat program koversi dari minyak tanah ke elpiji, membuat banyak perajin yang harus menghentikan produksinya. Menggunakan minyak tanah untuk membakar keramik saat proses produksi tentu lebih murah dibanding menggunakan elpiji,” kata Ketua Paguyuban Perajin dan Pedagang Keramik Dinoyo, Samsul Arifin.
Bahan bakar menyumbang 35% dari total komponen biaya produksi. Sementara untuk menaikkan harga jual, para pedagang hanya berani menaikkan sekitar 10% saja. Bila terlalu tinggi, dikawatirkan pecinta keramik lebih memilih produk China yang juga membanjiri pasar dalam negeri. Kapasitas produksi keramik Dinoyo sendiri menurut Samsul tetap stabil, sekitar 3 ribu keramik per minggu.
“Dari jumlah produksi itu, 60 persen diantaranya adalah pesanan untuk di kirim ke luar kota. Sisanya, tetap dijual di Dinoyo,” papar Samsul.
Mengenai persaingan dengan keramik produk China, Samsul tak memungkiri bila ada persaingan dengan produk lokal di pasar saat ini. Namun, antara produk lokal dengan produk China memiliki segmen masing-masing. “Ada masyarakat yang lebih suka dengan keramik China, tapi ada juga yang fanatik dengan produk dalam negeri. Sudah ada pasarnya masing-masing,” tandas Samsul.
Dia menambahkan, perajin keramik Dinoyo harus bersaing ketat dengan produk China. Keramik dari negeri tirai bambu lebih menonjolkan budayanya seperti motif naga dan sejenisnya. Sementara produk Dinoyo saat ini lebih menonjolkan nuansa natural serta budaya asli Malang dalam desain keramiknya. Oleh karena itu agar tidak kalah dengan produk luar negeri, sambung Samsul, para perajin harus tetap menjaga kualitas produknya.
Pemerintah sendiri hanya memberikan stimulus kepada perajin berbentuk pelatihan. Utamanya menyangkut peningkatan kualitas dan desain produk. Sementara untuk bantuan permodalan, menurut Samsul, perajin langsung berurusan dengan bank untuk mengajukan bantuan kredit modal.
“Pemerintah pusat dan daerah membantu untuk peningkatan kualitas hingga promosi produksi. Sementara untuk modal, kami ya mengurus sendiri ke bank untuk mengajukan kredit,” tutur Samsul.
Pada tahun lalu, pemerintah pusat melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian menargetkan adanya pelatihan bagi perajin keramik hias di sentra-sentra industri keramik. Pelatihan ini seperti dalam bidang desain, teknik produksi, sampai dengan pengadaan dan perbaikan mutu bahan baku. Pelatihan terutama dilakukan di sentra-sentra produksi keramik hias, seperti Plered (Jawa Barat), Kasongan dan Bantul (Yogyakarta), Dinoyo (Malang, Jawa Timur), dan Lombok (Nusa Tenggara Barat).
Secara terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang, Bambang Suharyadi mengakui bila di institusinya belum ada kebijakan untuk memberikan bantuan permodalan bagi perajin keramik Dinoyo. “Industri keramik Dinoyo memang belum terjangkau untuk bantuan permodalan,” ujar Bambang.
Dikatakannya, keramik Dinoyo sudah mendapat program binaan dari Pemerintah Propinsi. Sementara Dinkop dan UKM Kota Malang saat ini memprioritaskan bantuan permodalan untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) lainnya. “Sementara untuk perdagangan produknya, ada institusi lain yang mengurusnya yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan,” papar Bambang.
Hal senada dikatakan Kepala Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Malang, Ida Ayu. Menurutnya, keramik Dinoyo mendapat bantuan pembinaan dan peningkatan kualitas dari Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur.
“Kalau Disparta hanya membantu di bidang promosi saja, misalnya dengan mengenalkan Dinoyo ke wisatawan yang datang berkunjung ke Kota Malang,” kata Ida.
Bentuk promosi yang kini coba dikembangkan oleh Disparta misalnya dengan menyelenggarakan Festival Keramik Dinoyo. Menurut Ida, antusiame masyarakat untuk datang di even yang baru kali pertama digelar pada 30 Juni – 3 Juli 2011 ini cukup tinggi. Dala kurun waktu 4 hari itu, ditaksir sebanyak 6 ribu pengunjung datang ke sentra keramik Dinoyo. Sementara saat hari biasa, jumlah pengunjung diperkirakan hanya ratusan orang saja.
“Berapa transaksi yang terjadi selama even tersebut, kami masih belum mengetahui secara pasti,” ujar Ida.
Selain menyelenggarakan Festival Keramik Dinoyo, lanjut Ida, Disparta juga menjadikannya sebagai salah satu peta wisata. Caranya, dengan menggandeng pengelola hotel untuk mempromosikan kampung wisata keramik Dinoyo. Wisatawan bisa diajak berkeliling untuk melihat proses produksi sekaligus berbelanja keramik. “Kedepannya, kami ingin lebih maksimal lagi mempromosikan sentra keramik Dinoyo,” pungkas Ida.

Komentar

Posting Komentar