Donasikan Sebagian Keuntungan Untuk Korban Pelanggaran HAM

Memberdayakan ekonomi kerakyatan, sekaligus mendonasikan sebagian keuntungan bagi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Motivasi inilah yang membuat Suciwati, istri pejuang HAM, almarhum Munir mendirikan toko oleh-oleh dan souvenir.

Terletak di Jalan Panglima SudirmanKav 4 no 16 Karangploso, Kabupaten Malang, toko yang diberi nama De’ Ploso ini menjual berbagai makanan dan souvenir khas Malang. Toko berlantai 2 dengan ukuran sekitar 5 x 12 meter ini memuat berbagai produk makanan non pabrikan dan berbagai souvenir hand mate (buatan tangan).
Berbagai jenis keripik seperti keripik apel, kentang dan berbagai souvenir dari kayu memenuhi rak toko. Bukan tanpa alasan dia memilih home industry sebagai barang jualan. “Berbagai barang yang mengisi toko saya ini ya dari hasil home industri masyarakat sekitar sini. Ini sekaligus sebagai dukungan untuk sektor usaha kecil menengah,” tutur Suciwati saat ditemui di tokonya, Selasa (7/6).
Selain untuk penguatan sektor UMKM, menurut dia, toko ini juga memiliki motivasi lain. Suciwati rencananya mendonasikan sebagain keuntungan dari berbagai penjualan barang dagangan bagi korban pelanggaran HAM. Berapa besaran prosentase yang akan disumbangkan, dia masih belum menghitung secara pasti. “Baru saja buka, kami belum menghitung berapa pastinya. Sehingga, siapapun yang membeli barang di toko saya, sama dengan membantu para korban pelanggaran HAM,” tandasnya.
Ini didasari dengan beberapa pertimbangan. Beberapa saat lalu, Suciwati bertemu dengan kelompok lembaga yang mendonasikan bantuan untuk korban pelanggaran HAM. Baik untuk memberikan beasiswa untuk pendidikan, kesehatan dan lainnya. “Saya jadi berfikir, kenapa saya juga tidak berbuat serupa dengan cara berbeda. Ini juga bentuk dukungan bagin korban itu,” paparnya.
Selain itu saat bertemu dengan para korban pelanggaran HAM. Para korban ini juga dirugikan secara ekonomi akibat musibah yang mereka alami. Sementara perhatian untuk para korban HAM sangat minim. “Membuka toko ini adalah dukungan konkrit saya kepada para korban pelanggaran HAM itu,” tandas Suciwati.
Berapa modal yang digunakan untuk membuka toko itu, dia enggan mengungkapkan. “Usaha ini hasil tabungan pribadi saya yang dikumpulkan sudah lama, sejak 10 tahun lalu mungkin,” papar Suciwati.
Memiliki usaha kecil-kecilan merupakan keinginan Suciwati sejak bertahun-tahun lalu. Bahkan, aktivitas berjualan ini sudah dilakukan sejak almarhum suaminya masih hidup. “Cita-cita memperkuat ekonomi ini sudah lama. Saat almarhum suami saya masih hidup, kami sudah berbagi peran,” tutur Suciwati.

Semasa Munir hidup, Suciwati mengambil peran di bidang profit oriented, sementara sang suami melakukan kerja advokasi. Ini dilakukan untuk menopang perekonomian agar aktivitas suaminya tidak terpeleset oleh faktor ekonomi.
Seringkali karena keterbatasan ekonomi membuat seseorang terpeleset. Misalnya, menjual idealism atau korupsi karena tergoda di ruang ekonomi. “Karena itu kami saling berbagi peran untuk mendukung aktivitas suami saya dulu,” tukas Suciwati.
Bahkan keinginan membuka toko ini sudah ada sejak 2 tahun sebelum kematian Munir. Saat itu Suciwati ingin membuka toko di pasar yang menjual berbagai merchandise olahraga. Baik itu kostum tim dalam negeri hingga tim luar negeri. Namun keinginannya saat itu tidak terealisasi. “Suami saya saat itu meminta saya tidak membuka dulu dan baru bisa terealisasi kali ini,” kenang Suciwati.

Komentar

  1. saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
    Artikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
    terimakasih ya infonya :)

    BalasHapus

Posting Komentar