Ratusan Banteng Serbu Balai Kota Batu

Ratusan Banteng dilepaskan dari Stadion Brantas Kota Batu. Banteng itu mengamuk, saling seruduk antara satu dengan yang lain. Perlahan tapi pasti, rombongan Banteng menuju depan Balai Kota Batu. Dengan sekuat tenaga, sejumlah pria berusaha mengendalikannya dengan menarik tali yang mengikat leher Banteng itu. Gelegar suara cemeti (cambuk) yang dihentakkan ke angkasa menambah suasana menjadi riuh rendah. Semerbak bau kemenyan menusuk hidung siapapun yang siang itu berada di balai kota Batu.


Ratusan Banteng yang memenuhi Kota Batu pada Minggu (22/5) ini adalah pagelaran Festival Bantengan Nuswantara yang ke 4 kalinya. Puluhan grup kesenian Bantengan dari Malang Raya dan sejumlah daerah seperti Kediri, Mojokerto dan Jombang.
Agus Purwanto, seniman Bantengan Kota Batu mengatakan, festival kali ini memilih tema “Kidung Harmoni”. Maksudnya, sebuah ungkapan tepatnya dimana pada saat ini manusia mulai asing dengan keharmonisan.
“Baik itu Harmoni dengan Tuhan, Harmoni dengan sesama manusia, Harmoni kita dengan alam (lingkungan hidup) dan Harmoni kita kepada leluhur. Melalui Bantengan, sebagai cermin seni pertunjukan keguyuban, harmonisasi sebagai masyarakat berbhineka dapat kita rajut kembali,” urai Agus.
Bantengan sendiri disebut Agus sebagai sebuah kebudayaan komunal. Artinya, melibatkan banyak orang didalam setiap pertunjukannya. Seperti sifat Banteng yaitu hidup secara berkelompok.
Bantengan sendiri seni yang menggabungkan unsur tari-tarian, pencak silat, musik, dan syair/mantra/suluk. Dalam pertunjukannya, terdapat penokohan hewan Banteng yang liar sedang melawan Macan. Banteng yang hidup berkelompok adalah lambang rakyat jelata dan hewan Macan melambangkan Penjajah Belanda. Juga, masih ada tokoh hewan Monyet yang suka menggoda Banteng dan Macan serta memprovokasi keduanya untuk selalu bertarung. Monyet melambangkan Provokator.
“Karena kesenian ini lahir sejak jaman perjuangan melawan penjajah Belanda. Sampai saat ini, kesenian Bantengan di Batu terus menjaga eksistensinya,” papar Agus.
Dalam perkembangannya, kesenian Bantengan mayoritas berkembang dan tetap terjaga eksistensinya di masyarakat pedesaan dan kelompok Pencak silat yang berada di sekitar lereng Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro Jawa Timur, serta di beberapa daerah di pulau Jawa.

Komentar