Mbah Munaji, Pande Besi Konvensional Yang Terus Eksis


Munaji (83), warga Jl Pande, dusun Junwatu, desa Junrejo ini adalah salah satu pande besi tradisional yang masih eksis di Kota Batu. Lelaki yang akrab dipanggil Mbah Munaji ini memulai aktivitas pande besi sejak 1945 silam. Hingga kini pun masih aktif membuat berbagai kerajinan besi.
Berbagai karyanya ini mulai dari sekop, cangkul dan peralatan pertanian lainnya dibuat di bengkel pande besi milik Mbah Munaji. Selain peralatan pertanian, alat kesenian juga dibuat oleh Mbah Munaji. Gamelan, saron, gemung, gender, kemong, gong dana dua hingga gong nada lima juga dibuat. Terutama bila ada pesanan dari para seniman jaranan, campur sari hingga karawitan. Bahkan, karya gamelannya bisa menembus pangsa pasar eropa.
“Sebenarnya bengkel besi saya ini awalnya hanya membuat peralatan pertanian, namun saat ada grup seniman yang berdiri dan memesan alat musik, saya pun akhirnya ikut membuat juga,” tutur Mbah Munaji.



Rata-rata pemesan alat musik tradisional adalah para seniman yang berdomisili di wilayah Malang Raya. Sebagian besar berada di Kabupaten Malang, karena seni tradisional di kabupaten tersebut relative masih eksis.
Alat musik buatan mbah Munaji ini sebagian besar berbahan campuran antara besi baja dengan kuningan. Namun ada juga yang berbahan kuningan murni. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk membuat pun juga berbeda-beda, tergantung jenis peralatan yang dibuat.
Untuk peralatan musik jaranan satu set misalnya, bahannya adalah campuran antara kuningan dengan besi. Waktu yang dibutuhkan untuk membuatnya selama 20 hari. Harga peralatan ini sekitar Rp 4,5 juta per set.
Sementara untuk sebuah gamelan besar berukuran diameter 2 meter, bahannya sepenuhnya dari kuningan. Untuk membuat sebuah gamelan ini setidaknya butuh waktu 2 bulan, maka wajar harga yang dipatok adalah Rp 40 juta.
“Untuk peralatan musik, seluruhnya dikerjakan dengan tradisional tanpa menggunakan alat modern. Tapi kalau membuat alat pertanian, kita menggunakan alat modern seperti gerenda dan sejenisnya,” tutur mbah Munaji.
Berbagai alat musik buatan mbah Munaji ini selain dikirim ke Malang Raya, juga dikirim ke luar negeri. Wisatawan dari Belanda dan Jerman pernah menjadi pelanggan tetap gamelan yang dikemas berbentuk souvenir ini. Souvenir gamelan dan kemong berukuran 40 centimeter ini kerap kali dipesan oleh wisatawan asing yang datang berkunjung langsung ke Mbah Munaji pada tahun 2000-2007 silam.
“Lumayanlah saat itu, kini sudah lama tidak ada pesanan ke luar negeri,” kenang Mbah Munaji.
Sayangnya, keahlian menempa besi untuk dibuat berbagai alat ini tidak banyak yang mewarisi ilmunya. Dari sekian tenaga yang membantu Mbah Munaji, hanya Sumarno (59) putra pertama mbah Munaji yang menguasainya.
“Karena cara membuat alat besi secara tradisional ini cukup susah mempelajarinya. Ibaratnya harus menggunakan perasaan,” kata Sumarno yang mendampingi sang ayah.
Maksudnya, kapan mengetahui bahwa besi yang sudah dipanaskan itu layak ditempa dengan palu hingga menekuknya untuk menjadi sebuah alat. Hanya Sumarno seorang dari sekitar 6 putra mbah Munaji yang bisa meneruskan ilmu pande besi konvensional ini.
“Memang cukup susah mewariskan ilmu pande besi secara konvensional ini, juga dibutuhkan tenaga ekstra. Tapi bagaimana pun juga, saya ingin menyebarkan teknik ini kepada saudara-saudara yang kini membantu di pande besi ini,” jelas Sumarno.

Komentar